Achmad Sofiyudin dan Desa Muncar Moncer: Dulu, Kini, dan Nanti
- IG sofi_achmad02
Teknodaily – Ada kalanya kisah sebuah desa tak hanya berakhir sebagai cerita usang yang ditelan waktu. Tersembunyi di antara raksasa kembar, Gunung Sumbing dan Sindoro, serta punggung tenang Gunung Prau, Desa Muncar di pelosok Temanggung seperti menanti sentuhan takdir.
Kala pagi meneteskan embun di pucuk-pucuk kopi, harapan hidup yang terselip di tanah itu seperti butiran biji Robusta—gelap, namun menyimpan potensi manis yang harus diolah dengan bijaksana. Di situlah kisah Achmad Sofiyudin dan Desa Muncar bermula, pertemuan antara seorang pemuda visioner dan sebuah desa yang merindukan cahaya.
Cinta yang Tumbuh dari Keheningan
Saat Sofi—begitu ia disapa—pertama kali menjejakkan kakinya di Muncar, ia menemukan lebih dari sekadar perkebunan kopi dan hamparan sawah. Ia menemukan kesederhanaan yang nyaris terlupakan, budaya yang kuat, dan ketenangan yang seakan berbisik, mengajaknya untuk tinggal.
Tetapi keindahan alam itu datang bersama ironi. Kopi yang ditanam dengan cinta oleh para petani hanya dijual dengan harga seadanya, seperti harta karun yang tak pernah diungkap potensinya. Tradisi tua diwariskan tanpa visi, dan masa depan terasa samar di balik kabut pegunungan.
Desa ini seolah terperangkap dalam siklus masa lalu. Para petani memetik kopi hijau tanpa seleksi dan menjualnya tanpa tahu nilai sejati yang terkandung di dalam biji-biji itu. Harga murah menjadi takdir, dan ekonomi desa terperosok dalam keterbatasan.