Apa Itu Brain Rot? Efeknya Bagi Psikologis Kita dan Cara Mengatasinya
- Pixabay.
Dalam lingkungan ini, perhatian manusia menjadi komoditas yang paling berharga.
Namun, seperti halnya eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, “eksploitasi perhatian” juga membawa dampak destruktif. Dalam budaya yang serba cepat ini, nilai-nilai mendalam seperti kesabaran, introspeksi, dan pemikiran kritis semakin terpinggirkan.
Kita lebih sering mendengar opini dangkal dibandingkan analisis mendalam. Berita utama (headlines) di media sosial sering kali cukup untuk membentuk opini publik, tanpa memerlukan pembacaan lebih lanjut.
Konsekuensi sosial dari brain rot juga mencakup fragmentasi komunitas. Dalam ruang digital, kita cenderung terjebak dalam echo chambers (ruang gema) yang memperkuat bias dan prasangka kita. Interaksi kita menjadi dangkal, dibatasi oleh emoji (seperti: like) dan komentar singkat, yang sering kali tidak memiliki kedalaman emosional atau intelektual.
Uniknya, hal ini kini menjadi parameter kesuksesan dan kebahagiaan bagi sebagian generasi milenial atau netizen tanpa sadar. Semakin banyak like dan komentar, seolah semakin populer dan dianggap pakar. Sungguh suatu fenomena yang sangat memprihatinkan, namun sudah telanjur mengakar.
Efek psikologis
Brain rot juga memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan mental. Banyak orang melaporkan perasaan burnout digital—keadaan di mana mereka merasa lelah secara mental dan emosional akibat paparan teknologi yang terus-menerus. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa konsumsi media sosial yang berlebihan dapat memicu perasaan rendah diri, kecemasan, dan bahkan depresi.