Menjelang Nyepi, Mengenal Budaya Ogoh-Ogoh, Sejarah dan Makna Filosofis di Dalamnya

Ilustrasi Ogoh-ogoh
Sumber :
  • pixabay

Teknodaily – Menjelang perayaan Hari Raya Nyepi, diadakan sebuah pawai adat mengarak patung raksasa yang dibuat khusus berkeliling desa, yang biasanya disebut dengan Ogoh-ogoh.

Rekomendasi Tempat Wisata Alam di Bali

Ogoh-ogoh adalah sebuah tradisi umat Hindu yang dilakukan satu tahun sekali, yang biasanya juga diiringi dengan musik gamelan Bali yaitu Baleganjur

Jika dilihat, ogoh-ogoh adalah patung besar dengan penampilan yang cukup menyeramkan.

Solo Traveling ke Bali? Ini 3 Tempat yang Wajib Masuk Daftar!

Namun, di balik penampilan yang seram, ogoh-ogoh ternyata memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat Hindu di Bali.

Ogoh-ogoh disebut juga sebagai ogah-ogah yang merupakan lambang dari keinsafan manusia.

Kisah Harianto Albar dan Cahaya yang Tak Pernah Padam

Dari sejarah dan mitos yang terdengar ternyata banyak makna yang tersirat dari budaya ogoh-ogoh

Ogoh-ogoh adalah sebuah karya seni patung dalam kebudayaan Bali yang menggambarkan kepribadian Bhuta kala.

Ogoh-ogoh merupakan boneka raksasa yang diarak keliling desa. Pawai arak-arakan tersebut biasanya dilakukan pada malam menjelang Hari Raya Nyepi, yaitu ketika ngerupukan atau upacara pembersihan.

Sejak Presiden memutuskan Hari Raya Nyepi sebagai hari libur nasional pada 1983, ogoh-ogoh kemudian menjadi bagian dari perayaan Hari Raya Nyepi.

Ogoh-ogoh berasal dari sebutan ogah-ogah yang dalam bahasa Bali memiliki arti digoyang-goyangkan. 

Bhuta Kala, yang merupakan sosok yang digambarkan oleh patung ogoh-ogoh identik dengan kekuatan negatif yang memiliki sifat mengganggu kehidupan.

Selain itu, ogoh-ogoh juga diwujudkan sebagai makhluk hidup di mayapada, surga, dan neraka. Wujudnya pun beragam, mulai dari naga, gajah, hingga bidadari.

Dalam perkembangannya, ogoh-ogoh kemudian dibentuk menyerupai publik figur seperti pemimpin dunia, artis, bahkan penjahat. Patung tersebut dibentuk dengan menggunakan bubur kertas, lem dan bambu sebagai kerangkanya.

Sejarah Ogoh-Ogoh

Ada banyak versi yang mengatakan asal muasal munculnya ogoh-ogoh yang beredar di masyarakat Bali.

Asal muasal kemunculan ogoh-ogoh hanya bisa diperkirakan dengan mempertimbangkan pendapat dari berbagai tokoh tetua adat, sehingga masih belum diketahui secara pasti asal muasalnya. 

Diperkirakan, ogoh-ogoh mulai dikenal sejak zaman Dalem Balingkang. Saat itu, ogoh-ogoh digunakan pada saat upacara Pitra Yadnya atau semacam upacara pemujaan yang dilakukan kepada roh-roh leluhur umat Hindu yang telah meninggal dunia.

Selain itu, ogoh-ogoh juga diperkirakan muncul karena terinspirasi dari tradisi Ngusaba Ndong-Nding di desa Selat Karangasem. 

Pendapat lain juga mengatakan bahwa barong landung yang merupakan perwujudan dari Raden Datonta dan Sri Dewi Baduga merupakan cikal-bakal dari munculnya ogoh-ogoh.

Tidak ada sumber yang jelas mengenai kemunculan ogoh-ogoh sehingga hanya bisa mengutip berbagai pendapat yang belum bisa dikonfirmasi kebenarannya. 

Makna dan Filosofis Ogoh-ogoh

Meskipun bentuknya yang unik, ogoh-ogoh juga memiliki makna tersendiri di dalam masyarakat Bali.

Ogoh-ogoh adalah cerminan sifat-sifat negatif pada diri manusia yaitu Adharma Svarupa.

Manusia selalu memiliki dua sisi kehidupan yaitu positif dan negatif. Manusia yang bijaksana akan dapat melihatnya dan tidak akan berusaha menyangkal.

Ogoh-ogoh dibuat oleh masyarakat sebagai wujud sifat-sifat negatif yang ada pada diri manusia sehingga menjadi terlihat dan terbuka.

Ogoh-ogoh seakan memberikan pesan bahwa sifat negatif tersebut tidak perlu ditakuti namun perlu untuk diamati bersama agar manusia dapat memahaminya.

Selain itu, ogoh-ogoh juga diarak keliling desa yang bertujuan agar setan-setan yang ada di sekitar desa tersebut ikut bersama dengan ogoh-ogoh.

Hal tersebut berdasar pada anggapan bahwa setan akan melihat ogoh-ogoh sebagai rumah mereka dan kemudian akan ikut terbakar.

Cendekiawan Hindu Dharma kemudian mengambil kesimpulan bahwa ogoh-ogoh melambangkan keinsafan manusia akan kekuatan alam semesta.

Kekuatan alam semesta tersebut dibagi menjadi dua yaitu kekuatan Bhuana Agung dan kekuatan Bhuana Alit.

Kekuatan Bhuana Agung adalah kekuatan alam raya, sedangkan Bhuana Alit adalah kekuatan yang ada dalam diri manusia.

Kedua kekuatan tersebut bisa dipakai untuk menghancurkan dunia atau sebaliknya, dapat membuat dunia menjadi lebih indah.

Pawai ogoh-ogoh juga bertepatan dengan Sasih kesange atau pada penanggalan masehi bertepatan di bulan Maret atau April.

Upacara yang dilakukan di Bali dilakukan berdasarkan wilayah, antara lain:

1. Di ibu kota provinsi dilakukan upacara Tawur.

2. Di tingkat kabupaten dilakukan upacara Panca Kelud.

3. Di tingkat kecamatan dilakukan upacara Panca Sanak.

4. Di tingkat desa dilakukan upacara Panca Sata.

5. Dan di tingkat banjar dilakukan upacara Ekasata.

Sedangkan pada masing-masing rumah tangga upacara dilakukan di natar merajan atau sanggah.

Sedangkan di pintu masuk halaman rumah, akan dipajang sanggah cucuk yang terbuat dari bambu dengan tambahan penjor atau umbul-umbul.