Kisah Harianto Albar dan Cahaya yang Tak Pernah Padam

Harianto Albar
Sumber :
  • Yt Harianto La Sossong

Teknodaily – Ada banyak kisah tentang perjuangan di negeri ini, namun tidak semuanya meninggalkan jejak terang yang memancarkan harapan hingga ke pelosok. Di sebuah dusun bernama Ampiri, tersembunyi di lembah perbukitan Coppo Tile, Sulawesi Selatan, hidup seorang pemuda bernama Harianto Albar. Ia tidak hanya membawa listrik ke desanya, tetapi juga menyulut mimpi untuk menerangi masa depan.

Bertahun-tahun Desa Bacu-Bacu bergumul dengan gelap. Malam bagi warga di sana lebih dari sekadar ketiadaan cahaya, tetapi adalah tirai yang menghalangi mereka melihat kemajuan dunia luar. Di tempat yang bahkan tidak tercatat di peta itu, teknologi menjadi dongeng, dan pendidikan terhambat karena anak-anak sulit belajar tanpa penerangan. Gelap bukan hanya soal malam, melainkan cermin ketertinggalan dan keterasingan.

Namun, di tengah ketidakmungkinan itu, Harianto muncul seperti lentera di malam pekat. Ia adalah putra pertama dari desanya yang berhasil menempuh pendidikan tinggi, sebuah keberhasilan yang mengundang harapan, sekaligus pertanyaan dari para warga: "Apa yang bisa kau bawa untuk kami, Nak?" Pertanyaan sederhana itu menantang Harianto, memaksanya mencari jawaban yang tak hanya berbentuk kata-kata, tetapi juga tindakan nyata.

Menerangi dengan Mikrohidro

Tak memiliki keahlian di bidang kelistrikan tak membuat Harianto patah arang. Berbekal keinginan untuk memajukan desanya, ia mulai belajar secara otodidak. Buku-buku dan video dari internet menjadi gurunya. Di sela-sela kesibukannya sebagai mahasiswa Jurusan Kimia di Universitas Negeri Makassar, ia mendapati bahwa mikrohidro—pembangkit listrik tenaga air skala kecil—adalah jawaban bagi desanya yang dikelilingi oleh aliran Sungai Ampiri yang tak pernah kering.

Namun, jalan menuju terang tidaklah mudah. Harianto harus berhadapan dengan keraguan para tetua desa. Tapi Harianto tak gentar. Baginya, listrik bukan hanya lampu di malam hari. Ia adalah simbol harapan, pintu menuju pendidikan yang lebih baik, dan peluang ekonomi yang terbuka lebar.

Dengan dana seadanya dan gotong royong warga, kincir kayu sederhana dan generator bekas berhasil menghasilkan listrik 3 Kwh, cukup untuk menerangi empat rumah. Meski awalnya kecil, cahaya yang memancar dari instalasi pertama itu membawa harapan besar. Keajaiban telah datang ke Desa Bacu-Bacu.