Elon Musk Dikecam, Starlink Jadi Sampah Antariksa
- pixabay
Teknodaily – Elon Musk dan perusahaannya SpaceX sedang menghadapi banyak kritik terkait proyek Starlink yang telah meluncurkan ribuan satelit. Satelit-satelit itu dikhawatirkan akan menjadi "sampah" antariksa, karena satelit-satelit ini dianggap setara dengan "plastik sekali pakai" yang tidak dapat digunakan kembali.
Hingga saat ini, SpaceX telah meluncurkan lebih dari 6.000 satelit Starlink ke orbit rendah Bumi (LEO). Namun, rencana mereka untuk meningkatkan jumlah tersebut hingga mencapai 42.000 satelit dalam beberapa tahun mendatang telah menimbulkan kekhawatiran serius.
Para kritikus menyoroti bahwa keberadaan ribuan satelit di orbit Bumi ini dapat berdampak negatif pada lingkungan.
Sayangnya, regulasi yang ada saat ini belum mampu mengimbangi laju perkembangan mega-konstelasi satelit seperti Starlink. Hal ini membuat nasib satelit-satelit ini setelah masa pakainya habis menjadi tanda tanya besar.
Dalam laporan baru berjudul "WasteX: Environmental harms of satellite internet mega-constellations," kelompok advokasi PIRG menuntut pemerintah untuk melakukan tinjauan lingkungan.
Mereka ingin memastikan bahwa peluncuran satelit dalam skala besar ini tidak menyebabkan masalah besar di masa depan.
"Kita tidak boleh terburu-buru meluncurkan satelit sebanyak ini tanpa memastikan bahwa manfaatnya sebanding dengan potensi dampak negatif yang bisa terjadi,” menurut PIRG yang dikutip dari Futurism, Rabu, 14 Agustus 2024.
Kritik ini tidak hanya ditujukan kepada SpaceX saja, meskipun perusahaan tersebut memiliki lebih dari setengah dari seluruh satelit aktif yang ada di orbit.
Negara lain seperti China, juga mulai meluncurkan satelit-satelit baru dalam jumlah besar. Sebagai contoh, China baru-baru ini meluncurkan satelit pertama dari proyek "Thousand Sails" yang direncanakan akan bersaing dengan Starlink. Proyek ini akan menambah 15.000 satelit baru di orbit rendah Bumi (LEO).
Selain itu, Amazon juga merencanakan proyek serupa dengan konstelasi satelit bernama Project Kuiper. Semua ini menimbulkan kekhawatiran bahwa logam-logam dari ribuan satelit yang mengorbit ini dapat menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan bagi lingkungan.
Sebuah penelitian dari University of Southern California bahkan menunjukkan bahwa satelit-satelit ini bisa menyuntikkan polutan berbahaya seperti aluminium oksida ke atmosfer saat terbakar saat masuk kembali ke Bumi. Polutan ini bisa berkontribusi pada penipisan lapisan ozon, yang sangat penting untuk melindungi kita dari radiasi UV Matahari.
Lebih buruk lagi, satelit-satelit ini memiliki masa pakai hanya sekitar lima tahun. Artinya, SpaceX harus terus meluncurkan penggantinya untuk menjaga agar jaringan tetap berjalan. Para kritikus menyebut pendekatan ini sebagai "sampah antariksa" karena satelit-satelit ini dianggap setara dengan "plastik sekali pakai" yang tidak dapat digunakan kembali.
Oleh karena itu, kelompok seperti PIRG mendesak agar pihak berwenang seperti Komisi Komunikasi Federal (FCC) di AS bekerja sama dengan lembaga lingkungan dan NASA untuk memastikan bahwa peluncuran satelit-satelit baru ini melalui tinjauan lingkungan yang ketat.
Banyak yang menganggap bahwa langkah SpaceX ini terlalu berisiko dan dapat berdampak buruk bagi lingkungan di masa depan. Sejarah telah membuktikan bahwa jika kita tidak berhati-hati, inovasi teknologi yang terlalu cepat sering kali membawa dampak negatif yang besar.