Menilik Perusahaan Tupperware, Awal Pembentukan Hingga Nyaris Bangkrut
- instagram.com/tupperwareid
Teknodaily – Tupperware adalah merek dagang dari wadah plastik yang bisa dipakai berkali-kali dan dijual dengan model pesta jualan atau "Tupperware Parties".
Wadah plastik tahan bau dan bocor ini pertama kali dikembangkan oleh seorang insinyur kimia bernama Earl Silas Tupper pada tahun 1946 di Amerika Serikat.
Pada awalnya, Tupperware menciptakan produknya untuk digunakan di industri makanan dan minuman, tetapi dia kemudian menyadari potensi pasar yang lebih besar untuk produknya jika dijual langsung ke konsumen.
Untuk itu, Tupper menciptakan konsep pesta penjualan Tupperware, di mana para tamu diundang ke rumah seorang tuan rumah atau tuan rumah yang menyajikan makanan dan minuman dan memamerkan produk-produk Tupperware.
Para tamu dapat membeli produk Tupperware langsung dari tuan rumah dan menjadi tuan rumah untuk pesta penjualan mereka sendiri.
Pesta jualan Tupperware menjadi sangat populer di Amerika Serikat pada tahun 1950-an dan membantu merevolusi cara orang berbelanja untuk produk rumah tangga.
Dalam waktu singkat, Tupperware menjadi salah satu merek dagang yang paling dikenal di Amerika Serikat dan kemudian menyebar ke seluruh dunia.
Tupperware terus berkembang dan menciptakan inovasi baru, seperti garpu dan sendok yang dapat dilipat, pengiris, dan toples yang dapat disegel rapat, serta produk-produk lainnya yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari.
Hingga saat ini, Tupperware masih merupakan merek dagang yang sangat dikenal dan dihargai oleh banyak orang di seluruh dunia.
Kenapa tupperware bangkrut?
Pada tahun 2021, Tupperware Corporation mengalami kesulitan keuangan dan merilis laporan keuangan yang menunjukkan kerugian bersih sebesar $237 juta.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kondisi keuangan Tupperware menurun, di antaranya:
1. Penurunan penjualan: Tupperware mengalami penurunan penjualan yang signifikan selama beberapa tahun terakhir, sebagian besar disebabkan oleh persaingan yang semakin ketat dari merek-merek yang lebih murah dan beragam.
2. Biaya overhead: Tupperware menghadapi biaya overhead yang tinggi terutama terkait dengan pabrik dan distribusi.
Seiring dengan penurunan penjualan, biaya overhead menjadi semakin sulit untuk diakomodasi.
3. Perubahan gaya hidup: Masyarakat semakin banyak menggunakan produk sekali pakai dan makanan instan, yang berarti kebutuhan akan wadah penyimpanan berkualitas tinggi semakin menurun.
4. Pandemi COVID-19: Tupperware juga terdampak oleh pandemi COVID-19 karena penjualan dari pesta jualan di rumah turun drastis selama masa lockdown.
Sebelumnya, saham Tupperware sudah turun 50% pada Senin 10 Maret kemarin.
Sedangkan dalam setahun ke belakang, saham Tupperware sahamnya turun jauh hingga 90%.
Tupperware mengatakan perusahaan saat ini tidak memiliki cukup uang untuk mendanai operasinya.
CEO Tupperware, Miguel Fernandez mengatakan saat ini perusahaan sedang mempelajari potensi untuk Pemecatan Hubungan Kerja (PHK).
Selain itu, persusahaan juga sedang meninjau portofolio real estatnya untuk upaya penghematan keuangan perusahaan.
"Perusahaan melakukan segala daya untuk mengurangi dampak peristiwa baru-baru ini, dan kami mengambil tindakan segera untuk mencari pembiayaan tambahan dan mengatasi posisi keuangan kami,"
kata Miguel Fernandez dikutip dari CNN, Kamis (13/4/2023).
Bisnis yang sudah berjalan 77 tahun ini telah berjuang dalam beberapa tahun terakhir guna mempertahankan perusahaan dalam menghadapi persaingan.
Tupperware juga telah mencoba untuk mempertahankan citra mereka untuk menarik pelanggan yang lebih muda dengan produk yang lebih baru dan lebih trendi.
Menurut analis ritel dan direktur pelaksana di Global Data Pengecer, Neil Saunders, beberapa masalah yang selama ini merugikan Tupperware ialah dikarenakan penurunan penjualan yang turun tajam.
"Penurunan tajam dalam jumlah penjualan produk Tupperware, seperti penurunan konsumen pada produk rumah tangga, dan merek yang masih belum sepenuhnya terhubung dengan konsumen yang lebih muda,"
kata Saunder, yang dikutip dari CNN.
Saunders juga menambahkan kalau Tupperware sudah berada dalam 'level genting' secara finansial karena berjuang untuk meningkatkan penjualan.
Di sisi lain aset perusahaan terus mengecil, yang membuat perusahaan tidak memiliki banyak cara untuk mengumpulkan uang.
"Perusahaan ini (Tupperware) dulunya merupakan sarang inovasi dengan gadget dapur pemecah masalah, tetapi sekarang benar-benar kehilangan keunggulannya,"
tutupnya.