Deepfake Semakin Meresahkan
- NAB Pilot.
Teknodaily – Laporan 'Where's The Fraud: Protecting IndonesianBusinesses from AI-Generated Digital Fraud', yang dikeluarkan penyedia solusi pencegahan penipuan identitas digital, Vida, mengklaim bahwa 100 persen pelaku bisnis di Indonesia khawatir terhadap meningkatnya ancaman penipuan berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) seperti deepfake.
Meski meresahkan, namun, 46 persen dari mereka belum memahami cara kerja teknologi tersebut. Deepfake adalah teknologi berbasis kecerdasan buatan yang digunakan untuk membuat atau memanipulasi konten audio, video, atau gambar sehingga tampak seolah-olah itu adalah nyata atau asli.
Istilah deepfake berasal dari gabungan kata deep learning (pembelajaran mendalam) dan fake (palsu). Dengan menggunakan algoritma, deepfake dapat meniru wajah, suara, dan gerakan seseorang, sehingga memungkinkan penciptaan konten, di mana seseorang tampak mengatakan atau melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak pernah mereka katakan atau lakukan.
Laporan ini juga menyoroti empat jenis penipuan digital yang paling banyak menyerang bisnis di Indonesia, yakni penipuan berbasis teknologi AI (deepfake), rekayasa sosial (social engineering), pengambilalihan akun (account takeover), serta pemalsuan dokumen dan tanda tangan.
Lalu, ada empat sektor yang paling terpengaruh secara signifikan dari penipuan digital, yakni Perbankan dan Fintech, Multifinance dan Pembiayaan Konsumen, Asuransi, serta Kesehatan.
Menurut Managing Director and Group Chief Revenue Officer Vida, Adrian Anwar, pelaku bisnis perlu segera mengambil langkah perlindungan dari penipuan digital.
Dengan 56 persen pelaku bisnis telah menghadapi penipuan identitas dan 96 persen menghadapi pemalsuan dokumen, maka jelas bahwa dampaknya akan lebih tinggi.